Cara Mudah Belajar Matematika Untuk ABK
Dalam mengajarkan matematika pada siswa ABK, sebaiknya orangtua dan
guru berusaha saling melengkapi untuk terus berkoordinasi dalam
membimbing ABK-nya agar mereka bisa menggunakan matematika sebagai bekal
kelak jika mereka harus berdiri tegak menyongsong masa depannya yang
gemilang. Karena masa depan mereka ada pada para orangtuanya.
Pelajaran matematika berada di ruang lingkup abstrak, bukan konkrit seperti pelajaran IPA. Ada banyak tahapan proses yang harus dilalui dalam mempelajari matematika. Maka penting sekali mengajarkan konsep kepada anak, karena konsep tidak sama dengan hafalan. Jika kesulitan terus berlanjut, tidak ada salahnya menyerahkan bimbingan belajar anak kepada guru privat yang sesungguhnya, dan orangtua harus tetap memantau serta membimbing anak.
Kemudian, manfaatkanlah benda-benda yang ada di sekitar kita sebagai media pembelajaran. Misalkan, untuk benda yang sejenis, mengajarkan konsep penjumlahan, pengurangan, pembagian dan perkalian. Jika sedang di kebun, bisa menggunakan daun, rumput, dan benda apa saja yang bisa dimanfaatkan, sehingga anak merasa bahwa matematika ada di sekitarnya, ada di kehidupan sehari-harinya.
Orangtua yang bijak tidak akan terjebak dengan dengan definisi “pintar” yang selama ini banyak berkembang di masyarakat. Bahwa yang namanya “pintar” adalah bisa mendapat nilai 10 dalam pelajaran matematika. Pendapat itu tidak bijak, karena dengan berbagai macam potensi yang dimiliki anak, ada berbagai macam pula definisi pintar, yaitu, pintar dalam berkesenian, pintar dalam berolahraga, pintar dalam beladiri, dan berbagai macam pinta-pintar yang lain.
Menghargai potensi positif apa pun yang dimiliki anak adalah bijaksana. Tugas orangtua tinggal mengarahkannya menjadi lebih baik. Belajar di waktu kecil bagai menulis di atas batu, sulit memang, akan tetapi akan terus teringat sampai kapan pun. Jadi penanaman konsep yang benar pada anak akan berpengaruh pada pemahaman-pemahaman berikutnya.
Jika orangtua sendiri memperlihatkan sifat antipati, dijamin anak pun akan “emoh” mengerjakannya. Jadi, marilah kita ubah cara pandang dari “matematika yang menyebalkan” menjadi “matematika yang menyenangkan”, terutama bagi anak-anak berkebutuhan khusus.
Pelajaran matematika berada di ruang lingkup abstrak, bukan konkrit seperti pelajaran IPA. Ada banyak tahapan proses yang harus dilalui dalam mempelajari matematika. Maka penting sekali mengajarkan konsep kepada anak, karena konsep tidak sama dengan hafalan. Jika kesulitan terus berlanjut, tidak ada salahnya menyerahkan bimbingan belajar anak kepada guru privat yang sesungguhnya, dan orangtua harus tetap memantau serta membimbing anak.
Kemudian, manfaatkanlah benda-benda yang ada di sekitar kita sebagai media pembelajaran. Misalkan, untuk benda yang sejenis, mengajarkan konsep penjumlahan, pengurangan, pembagian dan perkalian. Jika sedang di kebun, bisa menggunakan daun, rumput, dan benda apa saja yang bisa dimanfaatkan, sehingga anak merasa bahwa matematika ada di sekitarnya, ada di kehidupan sehari-harinya.
Orangtua yang bijak tidak akan terjebak dengan dengan definisi “pintar” yang selama ini banyak berkembang di masyarakat. Bahwa yang namanya “pintar” adalah bisa mendapat nilai 10 dalam pelajaran matematika. Pendapat itu tidak bijak, karena dengan berbagai macam potensi yang dimiliki anak, ada berbagai macam pula definisi pintar, yaitu, pintar dalam berkesenian, pintar dalam berolahraga, pintar dalam beladiri, dan berbagai macam pinta-pintar yang lain.
Menghargai potensi positif apa pun yang dimiliki anak adalah bijaksana. Tugas orangtua tinggal mengarahkannya menjadi lebih baik. Belajar di waktu kecil bagai menulis di atas batu, sulit memang, akan tetapi akan terus teringat sampai kapan pun. Jadi penanaman konsep yang benar pada anak akan berpengaruh pada pemahaman-pemahaman berikutnya.
Jika orangtua sendiri memperlihatkan sifat antipati, dijamin anak pun akan “emoh” mengerjakannya. Jadi, marilah kita ubah cara pandang dari “matematika yang menyebalkan” menjadi “matematika yang menyenangkan”, terutama bagi anak-anak berkebutuhan khusus.
sumber : http://pokja-inklusifkalsel.org/berita/detail/92
Tidak ada komentar:
Posting Komentar