Sabtu, 27 April 2013

Pendidikan inklusif

Analisa Rambut untuk Menentukan Suplemen Tepat Bagi Anak Autis

Beberapa anak autis biasanya memiliki gangguan pada pencernaan terutama bagian ususnya, sehingga ada beberapa makanan tertentu yang sebaiknya dihindari bagi anak autis. Dengan menggunakan analisa rambut maka dapat diketahui suplemen yang tepat untuk dikonsumsi.

Sekitar 88 persen anak autis memiliki kondisi usus yang rusak atau dikenal dengan istilah autistic colistic. Hal ini menunjukkan bahwa autis bukan hanya gangguan yang terjadi di kepala tapi juga gangguan di bagian pencernaan. Hasil dari ini tentu saja dapat mengganggu sistem pencernaan anak tersebut secara menyeluruh.

"Pengobatan tidak bisa berjalan dengan baik kalau kondisi pencernaan anak tersebut masih rusak. Jadi sebaiknya obati dulu pencernaannya baru dilakukan perawatan untuk mengatasi gangguan lain," ujar Dr Igor Tabrizian MD, dalam acara Tanya Jawab Seputar Autisme di Financial Hall Graha Niaga, Jakarta, Sabtu (3/4/2010).

Dr Igor mengungkapkan tes analisa rambut dilakukan untuk mengetahui seberapa baik perjalanan suatu bahan kimia dari otak ke perut seseorang. Dalam analisis ini akan diketahui berapa nutrisi dan kadar racun yang terkandung dalam mineral rambut.

Jika kadar logam berat yang terukur dalam analisis rambut jumlahnya tinggi, maka pencernaan dari anak autis ini sudah semakin membaik karena banyak zat toksik yang berhasil dikeluarkan dari dalam tubuh. Tapi jika kadarnya turun, hal ini menunjukkan kadar autismenya semakin parah dan mengartikan masih banyaknya zat toksik di dalam tubuh yang tidak mampu dikeluarkan.

"Proses industri yang semakin merajalela akan menyebabkan penyerapan racun di tubuh, hal ini dicurigai sebagai penyebab naiknya jumlah autis di seluruh dunia. Setiap toksik yang masuk ke tubuh akan memberikan respons berbeda pada setiap orang. Ada tipe genetik yang mampu memberikan pertahanan lebih, tapi ada juga yang tidak," ujar pakar autisme, nutrisi dan suplemen dari Australia ini.

Hasil dari analisis rambut ini akan menentukan perawatan apa yang dibutuhkan oleh anak autis dan suplemen apa saja yang harus diberikan pada anak. Karena jika anak autis salah makan, maka akan timbul reaksi yang sangat hiperaktif dan sulit untuk diatur.

"Biasanya anak autis tidak bisa mengonsumsi gluten atau tepung-tepungan dan produk susu. Hal ini akan membuatnya semakin hiperaktif, tidak bisa diam dan membuatnya merasa tidak nyaman," ujar Gayatri Pamoedji, SE, MHc pendiri dari MPATI (Masyarakat Peduli Autis Indonesia).

Pada anak autis rantai asam amino yang masuk ke dalam tubuh tidak dapat dipisahkan sendiri-sendiri, sehingga akan ditemukan beberapa asam amino yang masih tergabung bersama. Gabungan dari dua asam amino ini akan menimbulkan reaksi seperti halusinasi dan anak menjadi sangat hiperaktif.

"Tapi bukan berarti anak yang sudah melakukan tes analisis rambut tidak memerlukan terapi lain, terapi yang tepat untuk anak autis ada dua hal yaitu dilihat dari kemampuan dan kebutuhan si anak. Karena itu orangtua harus melihat dengan cermat perilaku anaknya dan harus turun tangan langsung," ujar perempuan yang biasa disapa Yiyek ini.

Dengan melakukan analisis rambut ini akan diketahui berapa kadar racun yang ada di dalam tubuhnya sehingga dapat ditentukan perawatan apa yang cocok dan suplemen yang tepat untuk dikonsumsi anak. Dengan asupan nutrisi serta suplemen yang tepat akan membantu mengusir racun keluar dari dalam tubuh. Rata-rata setelah 24 bulan perawatan akan didapatkan hasil yang lebih baik.

Masalah utama dari autisme ada tiga yaitu otak, racun dan fungsi pencernaannya. Karena itu tidak ada pengobatan yang instan bagi anak autis, serta dibutuhkan kesabaran dan waktu yang panjang.
sumber :  http://pokja-inklusifkalsel.org/berita/detail/101

Jumat, 26 April 2013

Cara Mudah Belajar Matematika Untuk ABK

Dalam mengajarkan matematika pada siswa ABK, sebaiknya orangtua dan guru berusaha saling melengkapi untuk terus berkoordinasi dalam membimbing ABK-nya agar mereka bisa menggunakan matematika sebagai bekal kelak jika mereka harus berdiri tegak menyongsong masa depannya yang gemilang. Karena masa depan mereka ada pada para orangtuanya.

Pelajaran matematika berada di ruang lingkup abstrak, bukan konkrit seperti pelajaran IPA. Ada banyak tahapan proses yang harus dilalui dalam mempelajari matematika. Maka penting sekali mengajarkan konsep kepada anak, karena konsep tidak sama dengan hafalan. Jika kesulitan terus berlanjut, tidak ada salahnya menyerahkan bimbingan belajar anak kepada guru privat yang sesungguhnya, dan orangtua harus tetap memantau serta membimbing anak.

Kemudian, manfaatkanlah benda-benda yang ada di sekitar kita sebagai media pembelajaran. Misalkan, untuk benda yang sejenis, mengajarkan konsep penjumlahan, pengurangan, pembagian dan perkalian. Jika sedang di kebun, bisa menggunakan daun, rumput, dan benda apa saja yang bisa dimanfaatkan, sehingga anak merasa bahwa matematika ada di sekitarnya, ada di kehidupan sehari-harinya.

Orangtua yang bijak tidak akan terjebak dengan dengan definisi “pintar” yang selama ini banyak berkembang di masyarakat. Bahwa yang namanya “pintar” adalah bisa mendapat nilai 10 dalam pelajaran matematika. Pendapat itu tidak bijak, karena dengan berbagai macam potensi yang dimiliki anak, ada berbagai macam pula definisi pintar, yaitu, pintar dalam berkesenian, pintar dalam berolahraga, pintar dalam beladiri, dan berbagai macam pinta-pintar yang lain.

Menghargai potensi positif apa pun yang dimiliki anak adalah bijaksana. Tugas orangtua tinggal mengarahkannya menjadi lebih baik. Belajar di waktu kecil bagai menulis di atas batu, sulit memang, akan tetapi akan terus teringat sampai kapan pun. Jadi penanaman konsep yang benar pada anak akan berpengaruh pada pemahaman-pemahaman berikutnya.
Jika orangtua sendiri memperlihatkan sifat antipati, dijamin anak pun akan “emoh” mengerjakannya. Jadi, marilah kita ubah cara pandang dari “matematika yang menyebalkan” menjadi “matematika yang menyenangkan”, terutama bagi anak-anak berkebutuhan khusus.
sumber :  http://pokja-inklusifkalsel.org/berita/detail/92

Pendidikan Inklusif

Anak Autis Bukan Tanpa Masa Depan

JAKARTA. Anak autis bukan anak yang tanpa masa depan. Mereka sama dengan anak lainnya yang memiliki harapan.
Hal itu disampaikan Dirjen PAUDNI Prof. Dr. Lydia Freyani Hawadi, Psikolog, ketika  mewakili Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhammad Nuh, pada Peringatan Hari Autis Sedunia yang diselenggarakan Komite Orang Tua Siswa Autis Kota Bekasi di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta, Sabtu (13/4).
Menurut Dirjen, selain memiliki harapan, anak autis juga punya hak untuk hidup layak dan hak mendapatkan pendidikan yang sesuai. “Kita harus memahami bahwa autisme adalah suatu kondisi seseorang sejak lahir ataupun saat masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan sosial atau komunikasi yang normal,” tambah Prof. Dr. Lydia Freyani Hawadi.
Dunia, kata Reni Akbar-Hawadi–sapaan akrab Lydia Freyani Hawadi–telah memberikan perhatian besar pada anak-anak disabilitas termasuk Autis. Resolusi PBB Nomor 61/106 Tahun 2006 tentang konvensi hak-hak penyandang disabilitas mendorong semua negara untuk menindaklanjutinya.
“Indonesia sudah meretifikasi konvesi ini melalui UU No. 19 yang intinya memuat secara komprehensif hak-hak penyandang disabilitas di bidang sosial, ekonomi, politik, sipil, dan budaya,” tambah Guru Besar Psikologi Anak di Universitas Indonesia itu lagi.
Badan Kesehatan Dunia (WHO), pada tahun 2001 menyatakan bahwa anak dengan keistimewaan khusus juga memiliki hak keberfungsian sosial untuk melakukan aktivitas dan partisipasi secara aktif sesuai dengan kondisi kesehatannya dan faktor kontekstual (lingkungan dan personal).
“Make things the real”
Tahun 2012 bertempat di Incheon, Korsel, dunia mengajak seluruh bangsa untuk mewujudkan dunia nyata untuk para penyandang disabilitas dengan moto ‘make things the real‘ yang implementasinya semua sektor layanan publik termasuk pendidikan memasukkan kebijakan dan menerapkan layanan yang ramah bagi penyandang disabilitas.
“Bulan-bulan terakhir ini Tim Kelompok Kerja Program untuk para penyandang disabilitas di bawah koordinasi Kemenkesra dan Kemlu, sedang bekerja menyusun rekomendasi program yang diharapkan dapat membantu mereka dalam meningkatkan keberfungsian sosial secara optimal,” tambah Dirjen lagi.
Bagi Indonesia, ujar Dirjen, komitmen Incheon itu cukup serius mengingat banyak hal yang harus diperbaiki dan banyak hal yang akan terus bertambah.
Karena, katanya, bila prediksi WHO benar bahwa 10 persen dari populasi adalah penyandang disabilitas, berarti sekitar 20 juta penyandang disabilitas di Indonesia, memerlukan akses sosial sesuai standar. Jumlah tersebut bisa jadi akan meningkat bila masalah kesehatan dasar tidak terselesaikan dengan tuntas.
Sebagai contoh, kata Dirjen, ibu hamil dengan masalah gizi yang melahirkan anak yang tidak optimal perkembangannya berjumlah 59,9 persen, anak bawah tiga tahun yang mengalami gangguan gizi berjumlah 17,9 persen, anak yang mengalami stunting dan mengalami disabilitas fisik dan intelegensia, serta adanya anak yang mengalami hambatan tumbuh kembang karena fisik, mental, motorik, dan sensoris.
Pendidikan inklusi
Hambatan itu akan menimbulkan masalah lebih jauh, terutama bagaimana anak usia dini bila tidak mendapatkan layanan pendidikan sedini mungkin. Sedangkan dari data Kementerian Kesra, dari 1,5 persen individu dengan kebutuhan khusus (lebih kurang 2 juta orang) yang mendapatkan layanan pendidikan sekitar 20 persen yang diselenggarakan di SLB.
“Sayangnya pemerintah menghadapi banyak keterbatasan untuk menambah SLB dan memenuhi layanan pendidikan untuk semua penyandang disabilitas yang demikian lebar variannya,” papar Dirjen lagi.
Untuk mengatasi keterbatasan itu, Dirjen menjelaskan saat ini telah ditetapkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusi bagi peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan atau bakat istimewa. Di antaranya adalah semua anak unik, dan keunikannya merupakan penguat dalam meningkatkan mutu pembelajaran bagi anak. Kemudian, semua anak mempunyai hak yang sama untuk tidak didiskriminasikan dan memperoleh pendidikan yang bermutu, termasuk semua anak mempunyai kemampuan untuk mengikuti pendidikan tanpa melihat kelainannya.
“Sekolah, guru, orangtua, dan masyarakat bertanggung jawab dan mampu mendidik, mengajarkan, dan belajar agar setiap individu memiliki kemampuan untuk merespon kebutuhan pembelajaran yang berbeda,” tambah Dirjen lagi.
Dengan mengacu keputusan itu, lanjut Dirjen, pendidikan inklusi menjadi pendidikan untuk semua di mana lembaga pendidikan pada umumnya mengakomodasi semua anak kebutuhan khusus, termasuk menerapkan kurikulum serta pembelajaran yang bersifat individual dan interaktif dengan prespektif kurikulum lebih menekankan pada pengembangan kemampuan akedemis yang diperlukan untuk berpartisipasi dalam keberfungsian sosial.
Selain itu, jenis anak berkebutuhan khusus yang dapat mengikuti pendidikan inklusi adalah anak dengan gangguan penglihatan, pendengaran komunikasi, kecerdasan, emosi dan perilaku, autis, gangguan jamak, dan kesulitan atau lambat belajar, serta gifted.
“Guru dalam pendidikan inklusi dituntut untuk melibatkan orangtua, profesi lain, atau sumber daya lain dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi,” kata Dirjen. (Sugito/HK)
sumber: http://www.paudni.kemdikbud.go.id/anak-autis-bukan-tanpa-masa-depan/

Kamis, 25 April 2013

Pendidikan Inklusif

KEGIATAN SOSIALISASI PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

DI TAMAN KANAK-KANAK INTAN LESTARI MARTAPURA

KABUPATEN BANJAR


 Jalan Chandra Kirana RT.05 Indra Sari Martapura



 
KATA PENGANTAR

          Taman Kanak-kanak Negeri  Intan Lestari Martapura merupakan salah satu  sekolah yang ditunjuk sebagai piloting penyelenggara pendidikan inklusif  diwilayah Kabupaten Banjar. Program pendidikan inklusif, yaitu sistem layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus disekolah regular dalam lingkungan yang ramah terhadap pembelajaran.
            Berkaitan hal tersebut atas dasar bimbingan teknis dan bantuan dari Kelompok Kerja Pendidikan Inklusif Provinsi Kalimantan Selatan, maka TK Negeri Intan Lestari Martapura menyelenggarakan sosialisasi penyelenggaraan pendidikan inklusif dilingkungan sekolah.
            Demikian panduan ini disusun untuk mempermudah para peserta dalam mengikuti kegiatan ini.
            Akhirnya kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan panduan ini kami ucapkan terimakasih

                                                                                                Martapura 23 Maret 2013


                                                                                                Panitia Penyelenggara


SOSIALISASI PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF
DILINGKUNGAN TAMAN KANAK-KANAK NEGERI INTAN LESTARI MARTAPURA

 
1.    LATAR BELAKANG
       Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia tahun 1945 dinyatakan bahwa salah satu tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Sejalan dengan pembukaan UUD itu, batang tubuh konstitusi tersebut diantaranya pasal 20, pasal 21, pasal 28 C ayat (1), pasal 31 dan pasal 32, juga mengamanatkan bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu system pendidikan nasional untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur undang-undang.
Pendidikan merupakan hak asasi  setiap warga Negara Indonesia dan untuk itu setiap warga Indonesia berhak memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai minat bakat yang dimilikinya tanpa memandang status sosial , status ekonomi, suku, etnis, agama dan gender.
Sesuai dengan undang-undang nomor 20 tahun 2003, layanan pendidikan dilakukan melalui tiga jalur yaitu ; (1) pendidikan formal, (2) pendidikan non formal, (3) pendidikan informal.
Pemerintah sedapat mungkin memberikan layanan pendidikan formal dengan menambah sejumlah gedung sekolah baru di wilayah yang bisa dijangkau, membuka program sekolah satu atap dan membuka sekolah terbuka yang bisa menjangkau yang belum terlayani. Sesuai dengan kategori the unreach yang  ditentukan oleh SEAMCO UNESCO yang termasuk dalam ranah anak berkebutuhan khusus (ABK), terdapat 11 kategori yaitu :
  1. Peserta didik yang berada di wilayah terpencil/terisolasi
  2. Peserta didik dari kelompok minoritas agama/suku,dll
  3. Anak yang rentan drop out (DO)  
  4. Anak-anak dari keluarga migran, pengungsian, tidak memiliki identitas kewarganegaraan, penduduk nomaden. 
  5.  Peserta didik penyandang cacat/berkebutuhan khusus.  
  6. Pekerja anak / anak jalanan yang diperdagangkan , anak korban kekerasan.  
  7. Anak dilingkungan bermasalah(daerah komflik, bencana, penjara dll). 
  8. Anak yatim/anak terlantar.
  9. Peserta didik dari keluarga miskin
  10.  Anak-anak yang terkena HIV/AIDS
  11.  Anak dan / atau penduduk di daerah perbatasan dan para buruh migran (TKI) disejumlah Negara
Menurut Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan Dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa pada Pasal 3 Ayat 1 , setiap peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, sosial atau memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa berhak mengikuti pendidikan secara inklusif pada satuan pendidikan tertentu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. Kemudian pada Ayat 2 di jelaskan peserta didik yang memiliki kelainan terdiri atas :
  • Tunanetra
  • Tunarungu
  • Tunawicara
  • Tunagrahita
  • Tunadaksa
  • Tunalaras
  • Berkesulitan belajar
  • Lamban belajar
  • Autis
  • Memiliki gangguan motorik
  • Menjadi korban penyalahgunaan narkoba, obat terlarang dan zat adiktif lainnya
  • Memiliki kelainan lainnya
  • Tuna ganda
Sampai saat ini, kementerian pendidikan dan kebudayaan RI masih menjadikan peningkatan angka partisipasi murni (APM), khususnya anak berkebutuhan khusus sebagai prioritas. Berbagai upaya telah dilakukan, diantaranya pembangunan unit sekolah baru, bantuan beasiswa dan lain-lain. Salah satu program terobosan untuk memperluas kesempatan anak berkebutuhan khusus (ABK) mendapatkan pendidikan adalah dengan mengadakan program pendidikan inklusif.

2.    TUJUAN
Kegiatan Sosialisasi Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Taman Kanak-Kanak Negeri Intan Lestari Martapura diselenggarakan dengan tujuan :
  1. Mendorong peningkatan ketersediaan dan keterjangkauan layanan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus disekolah regular.
  2. Meningkatkan partisipasi masyarakat / stakeholder dalam pelayanan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus.

3.    HASIL YANG DIHARAPKAN
  • Persiapan penerimaan murid baru dalam setting pendidikan inklusif
  • Pemahaman guru, tenaga kependidikan dan orang tua murid / anggota komite tentang pelaksanaan pendidikan inklusif
4.      DASAR PENYELENGGARAAN
  1. Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
  2.  Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Pendidikan Nasional
  3.  Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No 14 Tahun 2005, Tanggal 3 Agustus 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Depdiknas
  4.  Permendiknas No 36 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pendidikan Nasional
5.    WAKTU DAN TEMPAT
Kegiatan Sosialisasi Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif Di Taman  Kanak-Kanak Negeri Intan Lestari Martapura diselenggarakan pada :
Hari dan tanggal                 : Sabtu, 30 Maret 2013
Tempat                               : TK Negeri Intan Lestari Martapura

6.    MATERI POKOK
“ Persiapan Sekolah Inklusif  untuk Melayani Anak Berkebutuhan Khusus dan Melibatkan   Peserta Didik tanpa terkecuali dengan Ramah terhadap Pembelajaran “

TK Negeri Intan Lestari Martapura


TK Negeri Intan Lestari Martapura merupakan eks TK  Bertaraf Internasional yang dibangun oleh pemerintah diberbagai daerah di Indonesia untuk mewujudkan pendidikan yang bermutu. Taman Kanak-kanak  ini telah beroperasi sejak tahun 2007 dengan jumlah siswa saat ini : 70 orang, jumlah Guru, T.U dan karyawan sebanyak : 24 orang.
Motto Pendidik :
” Mendidik dengan penuh cinta & kasih sayang ”
Motto Murid :  
” Senang belajar dan berdoa ”


VISI  DAN  MISI

VISI
” Mendidik dan  melahirkan  intelektual muda
    yang agamis dan mandiri ”



MISI
  1. Menjadikan setiap kegiatan bernilai ibadah.
  2. Mengembangkan iklim belajar yang menyenangkan, berwawasan luas yang berakar pada norma dan nilai-nilai budaya bangsa.
  3. Mengembangkan keterampilan belajar pada tiap diri siswa. 
  4. Memberikan kesempatan yang sama pada tiap siswa untuk menggali, mengenali, dan mengembangkan kemampuannya. 
  5. Menumbuhkan kepekaan siswa dalam mengapresiasi karya sastra dan seni.  
  6. Memberdayakan seluruh potensi sekolah untuk memberikan mutu pelayanan yang maksimal. 
  7. Menjadikan sekolah peduli dan berbudaya lingkungan. 

KURIKULUM
Kurikulum TK Negeri Intan Lestari menerapkan kurikulum Depdiknas ditambah dengan :
  1. Pengintegrasian ajaran  agama dalam berbagai kegiatan. 
  2. Kemampuan dasar : calistung  ( membaca, menulis, berhitung ), BTA dan pengenalan bahasa  Arab, Inggris, Komputer. 
  3. Pembinaan bakat dalam kegiatan pengembangan diri : mewarna, menggambar,  menyanyi,   menari, menghapal surah pendek dan lain-lain. Program pengayaan khusus : pembiasaan positif, pengenalan berbagai ilmu pengetahuan,   pengenalan etika global dan ICT. 
PROGRAM  PEMBELAJARAN
Semua kelompok program pembelajaran diupayakan agar dapat diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan mendorong kreativitas, kemandirian, kepemimpinan, serta kemampuan bersosialisasi, dengan guru 3 orang untuk 15 s/d 17 orang murid per kelompok.
Program belajar disusun dengan memperhatikan tingkat perkembangan fisik dan psikologis peserta didik serta kebutuhan dan kepentingan terbaik anak.
Pengembangan program pembelajaran didasarkan pada prinsip bermain sambil belajar dan belajar seraya bermain dengan memperhatikan perbedaan bakat, minat dan kemampuan masing-masing peserta didik, sosial budaya serta kondisi dan kebutuhan masyarakat kab.Banjar
Waktu belajar hari Senin s/d Kamis mulai pukul : 08.00 s/d 11.00 wita termasuk kegiatan ekstrakurikuler dan pada hari Jum’at, Sabtu mulai pukul : 08.00 s/d 10.00 wita.
Jumat : Kegiatan Keagamaan.
Sabtu : Pengembangan Diri.