Senin, 30 September 2013

Pendidikan Inklusif

SEKOLAH INKLUSIF YANG UNIK YANG MENYENANGKAN 


“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”. (QS at-Tiin 95 : 4)
Oleh Dr H Amka, MSi, Redaktur Ahli Majalah OASE-SAHIRAPemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sedang mensosialisasikan sekolah inklusif kepada masyarakat luas. Sekolah inklusif adalah sekolah reguler (umum) yang menerima siswa dari anak-anak yang dikategorikan sebagai anak berkebutuhan khusus (ABK). Sekolah inklusif tentu saja harus beradaptasi dengan dua model kurikulum pembelajaran yang dianggap saling bertolak belakang. Satu untuk ABK, satu lagi untuk anak tanpa kebutuhan khusus (ATBK). Bukan hanya itu, sistem penilaian, guru dan saranapendidikannya juga ikut disesuaikan. Sejatinya semua sekolah harusnya menjadi sekolah inklusif, karena setiap anak (manusia) berhak mendapatkan pendidikan dan pembelajaran. Negara dan undang-undang menjamin hal itu. Bahkan UUD 1945 pasal 31 ayat (1) dan (2) mengamanatkan bahwa setiap warga negara mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan. Hanya saja, di Indonesia masih memerlukan “label” bagi sekolah- sekolah reguler yang menerima ABK, yaitu sekolah inklusif. Adanya sekolah inklusif memungkinkan ABK menerima pendidikan secara wajar. Ke depan, seyogianya istilah “anak berkebutuhan khusus” tidak lagi digunakan, karena pada dasarnya setiap anak (siswa) adalah anak-anak istimewa yang mempunyai kebutuhan khusus, yang setiap anak kebutuhan khususnya saling berbeda. Baik mereka yang termasuk ATBK (nonabilitas), maupun mereka yang termasuk ABK (disabilitas). Ini sesuai benar dengan firman Allah di dalam al-Qur’an, Surat at-Tiin (95) ayat 4, “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik- baiknya”. (QS at-Tiin 95 : 4)
Allah telah menciptakan manusia dalam “bentuk” yang sebaik-baiknya.
Artinya setiap manusia pada dasarnya diciptakan Allah dalam keadaan sempurna. Ini artinya, Allah ingin manusia “menilai” hasil ciptaan-Nya dengan pandangan yang jernih. Bukan sekadar melihat tampilan fisik saja. Karena manusia bukanlah terbuat dari daging yang tanpa jiwa dan ruh. Oleh karena itu, manusia harus dipandang secara utuh. Demikian juga anak-anak yang selama ini terlanjur disebut sebagai ABK.
Di dalam sekolah inklusif, semua siswa berinteraksi dengan wajar dan alamiah. Guru berperan sangat penting dalam proses interaksi ini. Sehingga siswa saling memahami kelebihan sesamanya (kita menghindari penggunaan kata “kekurangan”), dan bahwa dalam interaksi sosial yang sebenarnya di dalam masyarakat, adanya perbedaan adalah hal yang pasti, sehingga siswa terbiasa menerima perbedaan itu dengan lapang hati.
Pada 21-28 Agustus 2013 lalu, Direktorat Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus (PKLK) Direkorat Jenderal Pendidikan Dasar (Ditjen Dikdas) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, memberangkatkan 20 orang Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Inklusif dari berbagai daerah di Indonesia, termasuk Sekretaris Pendidikan Provinsi Kalimantan Selatan selaku Ketua Pokja Pendidikan Inklusif Kalsel, Dr H Amka, MSi, yang juga
merupakan Redaktur Ahli Majalah OASE-SAHIRA ke Australia. Rombongan berangkat dari Jakarta menuju Sydney, bersama Direktur Pembinaan PKLK Dikdas beserta pengelola program pendidikan inklusif pusat dan konsultan pendidikan inklusif dari Universitas Negeri Surabaya, untuk mengikuti short course program pendidikan inklusif di Flinders University, Adelaide, dan pendidikan untuk siswa autis di Autism Spectrum (Aspect), Sydney. Kegiatan ini merupakan kerjasama Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Australia dalam bidang pendidikan.
Di dua tempat itu, rombongan Pokja Inklusif selain mendapatkan pembelajaran classroom juga diberi kesempatan mengunjungi sekolah- sekolah autis dan inklusif, mulai sekolah dasar (SD) sampai sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA). Di Sydney, rombongan mengunjungi Aspect Vern Barnett School. Sekolah ini berfungsi sebagai “sekolah transisi”, yang melayani pendidikan anak-anak autis dan mempersiapkan mereka sebelum masuk ke sekolah reguler (sekolah umum). Uniknya, di sekolah ini setiap anak (siswa) mempunyai rencana pendidikan sendiri-sendiri (individual education plan), yang menjadi bahan evaluasi siswa, guru dan orangtua. Di sini nilai-nilai edukasi dikuatkan dan dikembangkan, sehingga sekolah benar-benar berfungsi sebagai lembaga pendidikan,
bukan lembaga terapi. Dan orangtua diyakinkan bahwa anak autis bukanlah anak penderita/penyandang penyakit yang harus diobati, tapi diarahkan kepada perilaku pendidikan. Itulah sebabnya, di sekolah ini tidak ada hukuman bagi siswa yang salah dalam berperilaku, karena mereka semua sedang belajar. Kebutuhan belajar individual anak dilayani oleh para guru dengan sangat ramah dan
manusiawi. Hal yang juga menarik, di sekolah ini semua keunikan siswa distimulasi dan dimunculkan, utamanya melalui seni rupa kreatif dan seni visual. Sarana pendidikan sangat lengkap,
mulai dari laboratorium komputer, kolam renang, alat-alat kesenian, dapur dan sebagainya.
Di Adelaide, rombongan berkesempatan mengunjungi sekolah inklusif Bridgewater Primary School yang terletak di Desa Stirling di kaki gunung Mount Lofty Summit Cleland Conservation Park. Ini adalah sekolah di pedesaan yang terpencil, jauh dari keramain dan bising kota, sangat asri karena memang berada di “hutan”. Tapi fasilitas di sekolah ini sangat mengagumkan. Sekolah “kecil” dan unik, dengan jumlah siswa 170 anak ini, adalah tempat belajar yang nyaman bagi siswa. Interaksi antarsiswa, siswa dengan lingkungannya dan siswa dengan guru, begitu hangat dan akrab. Guru juga terlihat sangat menghargai siswa, sehingga berperan seperti teman belajar bagi siswa ketimbang sebagai pengajar atau pembimbing. Tidak heran kalau Bridgewater Primary School ini sering menjadi rujukan bagi sekolah
Sumber :  http://pokja-inklusifkalsel.org/berita/detail/118

Pendidikan Inklusif

Dilarang Tolak Siswa Berkebutuhan Khusus




Selain mendapat inspirasi soal pendidikan inklusif dan autism, Sekertaris Dinas Pendidikan Provinsi Kalsel, Dr H Amka, bersama rombongan dari kementerian Pendidikan dan Kebudayaan juga mendapat banyak masukan dari kemajuan pendidikan di Australia. Disana, sekolah dilarang menolak siswa berkebutuhan khusus.
“Sangat ditekankan dalam pendidikan Australia tidak ada hak menolak siswa berkebutuhan khusus. Hak anak adalah untuk dilayani termasuk hak memperoleh pendidikan,” kata Amka saat berbincang beberapa waktu lalu. Menurut Amka, semua sekolah di Australia dari semua jenjang baik negeri maupun swasta adalah sekolah inklusif. Artinya, siswa berkebutuhan khusus  bias masuk ke sekolah mana saja.
Pemerintah Australia dan pihak swasta memang sangat konsen mengembangkan pendidikanuntuk semua. Guru dan sekolah diberi fasilitas dan pelatihan agar mampu memberikan pendidikan kepada semua anak, termasuk yang berkebutuhan khusus. “Di Australia, mereka tidak asing dengan sekolah inklusif, tidak ada papan khusus. Ada juga anggapan bahwa guru yang baik adalah yang mampu melayani semua kondisi siswa. Bayangkan jiwa dan pola piker serta komitmen guru seperti itu,” terangnya.
Dijelaskan Amka, di Negara maju seperti Australia, pendidikan adalah hal yang paling utama. Di sisi lain, guru memegang peranan paling menonjol dalam menentukan kualitas pendidikan. “Dalam pendidikan di sana juga tidak ada istilah hukuman, jadi guru berperan mendorong mengajarkan berprilaku positif kepada siswa. Anak itu dasarnya baik, kalau ada yang keliru kita yang meluruskan,’ ujarnya.
Sumber : http://pokja-inklusifkalsel.org/berita/detail/120 

Pendidikan Inklusif

Sambut Pendidikan Inklusif, Kalsel siapkan 1.000 Guru


Banjarmasin – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) pada 2012 lalu telah menetapkan Provinsi Kalimantan selatan (Kalsel) sebagai provinsi yang memelopori pendidkan inklusif. Sejak saat itulah, jajaran dinas Pendidikan Provinsi Kalsel di bawah arahan Gubernur Kalsel Rudy Ariffin dan dipimpin langsung oleh Kepala Dinas Pendidikan Provinsi kalsel Dr Ngadimun MM melakukan berbagai persiapan.
Kalsel kini sudah punya Kelompok Kerja (Pokja) Inklusif. Selain itu, sekolah piloting penyelenggara pendidikan inklusif juga sudah ditentukan, termasuk mempersiapkan seribu guru untuk mendukung program tersebut. Dengan menjalankan pendidikan inklusif, ABK atau penyandang cacat di Kalsel tidak mesti masuki kesekolah khusus. Atas jasanya ini, Gubernur Kalsel Rudy Ariffin mendapat Inclusive Award dari mendikbud yang diserahkan Direktur Jendral Pendidikan Dasar, Prof Suyanto Ph.D. Rudy mengatakan perhatian serius yang diberikan Pemprop Kalsel terhadap anak berkebutuhan khusus diberikan karena mereka memang membutuhkan perhatrian khusus. Dengan pendidikan inklusif di Kalsel, diharapkandapat membuat anak penyandang disabilitasberbaur dengan anak lainnya.
“Itulah tugas kami, bagaimana membuat suasana yang bersahabat antara anak berkebutuhan khusus dengan anak yang lainnya. Kalau anak berkebutuhan khusus masih mampu belajar di sekolah umum, dia tidak perlu belajar di Sekolah Luar Biasa,” kata Rudy.
Sekretaris Dinas Pendidikan Provinsi Kalsel, Dr H Amka, menambahkan ada 52 sekolah mulai dari jenjang  TK sampai SMA di tiap kabupaten dan kota yang ditetapkan sebagai sekolah piloting. Sekolah – sekolah tersebut wajib menyelenggarakan pendidikan yang tidak membedakan siswa berkebutuhan khusus dengan siswa normal. “Ini menjadi awal pendidikan inklusif di Kalsel. Harapannya nanti semua sekolah bias menerapkan pendidikan inklusif,” ucap Amka.
Menurut Amka, idealnya memang setiap sekolah mulai jenjang paling bawah tidak membeda – bedakan hak siswa normal dengan siswa berkebutuhan khusus tetap bias belajar di sekolah umum sama seperti siswa normal pada umumnya. “ Tentu untuk mewujudkan itu perlu persiapan terutama guru. Oleh karena itu, kita kerja sama dengan Unlam menyekolahkan guru di Pendidkan Luar Biasa (PLB) hamper 1.00 orang”, terangnya.
Sumber :  http://pokja-inklusifkalsel.org/berita/detail/119

Pendidikan Inklusi : Membangun Empati di Sekolah Inklusi

Membangun Empati di Sekolah Inklusi

Pendidikan inklusi hingga kini masih dianggap asing di kalangan masyarakat. Banyak cerita tentang penolakan terhadap Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) untuk masuk ke sekolah regular karena ketidaksiapan sekolah dan masyarakat atau orang tua siswa lainnya. “Padahal model pendidikan inklusif ini diyakini dapat mengintegrasikan siswa regular serta siswa penyandang disabilitas dalam program yang sama, baik dalam mengikuti pendidikan maupun beradaptasi dengan lingkungannya. Hal ini yang saya dapat saat mengikuti program Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Belajar dan Mengajar di Autism Spectrum Australia (Aspect) dan sekolah inklusi di Adelaide, Australia baru-baru ini” kata Amka Abdul Aziz.
Kenyataannya, kata Amka, pendidikan inklusi masih menjadi momok bagi sekolah, guru, dan juga orang tua siswa, baik orang tua dari siswa disabilitas maupun nondisabilitas. Banyaknya sekolah yang tidak siap dan masih banyaknya penolakan tersebut seakan menambah ketakutan orang tua ABK untuk ‘mengeluarkan’ anaknya ke dunia luar, menjaga anaknya dari kemungkinan tindak diskriminasi yang dapat menambah beban psikologis anak maupun keluarganya. Alhasil pilihan Sekolah Luar Biasa (SLB) masih dirasakan menjadi sebuah solusi yang paling tepat bagi anak-anak ABK. Padahal ketika ABK bersekolah di SLB, mereka akan seperti ‘terkurung’ dalam dunianya. Selamanya hanya berkutat di dalam dunia kekhususannya, berteman dengan sebatas teman-temannya yang juga bernasib sama. “Menyelenggarakan sekolah inklusi adalah sebuah pekerjaan besar bukan sekedar dukungan dari pemerintah atas segala fasilitas yang harus segera dimiliki oleh sekolah, namun juga upaya besar guru sebagai ujung tombak pelaksana pembelajaran. Guru yang akan membawa perubahan itu, karena dia adalah kuncinya. Keterlibatan atau mengikutsertakan adalah dua hal yang harus mendasari seorang guru dalam memberikan pelayanan terbaik kepada siswa” papar sekretaris Dinas Pendidikan Kalsel.
Berangkat dari situlah guru mengenal siswanya untuk menjadi mengerti apa yang dibutuhkan siswa. Bukan sekedar hubungan formal antara guru dan murid, namun mereka dapat menjadi seperti sahabat. Sehingga dapat menumbuhkan keberanian siswa untuk mau berbagi dan berempati sesederhana apapun ide dan wujudnya. Harus dipahami bahwa membaurkan siswa disabilitas pada lingkungan normal bukan semata untuk kepentingan kaum mereka saja. Namun kondisi ini akan melatih siswa nondisabilitas sehingga mereka dapat menghargai perbedaan, meningkatkan toleransi, memahami kebutuhan temannya yang menyandang disabilitas dan melahirkan sikap empati yang tinggi. “Maka dari itu kurikulum sangat fleksibel bagaikan gelang karet sesuai kebutuhan dan kondisi siswa, sehingga pembelajaran harus berpusat pada siswa dan dilaksanakan dengan sistem moving class” jelas Amka.
Amka pun yakin 52 sekolah regular yang ditunjuk menyelenggarakan pendidikan inklusi di Kalsel mampu mendidik anak yang tidak hanya melatih siswa untuk cerdas dalam aspek akademis semata, tetapi juga cerdas secara social dan emosional. “Sebelum masuk sekolah inklusi, siswa ABK akan dimasukkan terlebih dahulu ke Autis Center yang kini sedang kita bangun. Ditempat inilah anak diberikan bimbingan sampai benar-benar siap masuk sekolah regular”
jelas Amka.
sumber :  http://pokja-inklusifkalsel.org/berita/detail/121

Minggu, 29 September 2013

Pendidikan Karakter

Pengertian Pendidikan Karakter Menurut Ahli

1.  Pendidikan Karakter Menurut Lickona
Secara sederhana, pendidikan karakter dapat didefinisikan sebagai segala usaha yang dapat dilakukan untuk mempengaruhi karakter siswa. Tetapi untuk mengetahui pengertian yang tepat, dapat dikemukakan di sini definisi pendidikan karakter yang disampaikan oleh Thomas Lickona. Lickona menyatakan bahwa pengertian pendidikan karakter adalah suatu usaha yang disengaja untuk membantu seseorang sehingga ia dapat memahami, memperhatikan, dan melakukan nilai-nilai etika yang inti.
2.  Pendidikan Karakter Menurut Suyanto
Suyanto (2009) mendefinisikan karakter sebagai cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, maupun  negara.
3.  Pendidikan Karakter Menurut Kertajaya
Karakter adalah ciri khas yang dimiliki oleh suatu benda atau individu. Ciri khas tersebut adalah asli dan mengakar pada kepribadian benda atau individu tersebut, serta merupakan “mesin” yang mendorong bagaimana seorang bertindak, bersikap, berucap, dan merespon sesuatu (Kertajaya, 2010).
4.  Pendidikan Karakter Menurut Kamus Psikologi
Menurut  kamus psikologi, karakter adalah kepribadian ditinjau dari titik tolak etis atau moral, misalnya kejujuran seseorang, dan biasanya berkaitan dengan sifat-sifat yang relatif tetap (Dali Gulo, 1982: p.29).

Nilai-nilai dalam pendidikan karakter

Ada 18 butir nilai-nilai pendidikan karakter yaitu , Religius, Jujur, Toleransi, Disiplin, Kerja Keras, Kreatif, Mandiri, Demokratis, Rasa Ingin Tahu, Semangat Kebangsaan, Cinta tanah air, Menghargai prestasi, Bersahabat/komunikatif,Cinta Damai, Gemar membaca, Peduli lingkungan, Peduli social, Tanggung jawab.
 sumber : http://jaya72.blogspot.com/2013/06/pendidikan-karakter.html

Aneka Mainan Yang Mencerdaskan Anak Usia 2-5 Tahun

Tidak semua mainan anak dapat mencerdaskan otaknya. Sebagai orang tua tentu Anda harus selektif ketika akan membelikannya. Pada artikel kali ini Anda akan disajikan berbagai contoh aneka mainan yang mencerdaskan anak usia 2-5 tahun.

Beberapa contoh mainan berikut ini mungkin ada yang cocok untuk perkembangan buah hati Anda.

Sepeda anak-anak
Bermain sepeda dapat menguatkan otot tangan dan kaki dan meningkatkan koordinasi tangan dan kaki, serta mata pada anak. Dengan bersepeda maka anak akan mempunyai keterampilan dalam menggerakkan tubuhnya. Keterampilan inilah salah satu komponen kecerdasan fisik

Puzzle
Bermain puzzle akan merangsang otak anak untuk berfikir dalam menyusun kembali potongan-potongan bentuk gambar sehingga membentuk sebuah gambar yang utuh. Dengan bermain puzzle anak akan memiliki kecerdasan dalam mengenali bentuk bangun dan ruang. Agar menambah wawasan, usahakan gambar dalam puzzle tersebut merupakan gambar benda yang ada disekitarnya misal gambar binatang, buah-buahan, perabotan rumah dan lain sebagainya.

Boneka dan mainan yang dapat berbicara
Boneka yang dapat berbicara jika dipencet dapat membantu anak dalam mengenali kosakata sehari-hari. Ada juga mainan seperti Ipad yang layarnya berisi sekumpulan huruf yang jika dipencet maka akan berbunyi huruf yang dimaksud. Penggunaan mainan tersebut dapat melatih kecerdasan verbal seorang anak.

Musik box, piano dan gitar anak-anak
Musik box merupakan sebuah kotak yang jika dibuka maka akan mengeluarkan suara musik instrumen. Dengan mendengarkan musik instrumen ini akan merangsang anak dalam memahami alunan musik. Sedangkan penggunaan alat musik seperti piano dan gitar anak-anak dapat merangsang anak untuk mengolah dan memainkan nada. Keterampilan inilah salah satu penyusun kecerdasan musikal.

Bermain kemah di dalam rumah.
Kegiatan kemah di dalam rumah cukup mengasyikkan bagi anak-anak. Dengan berkemah, anak akan belajar mengenal bentuk tenda, peralatan tidur seperti kasur dan bantal. Selain itu anak akan belajar mandiri bagaimana cara menata peralatan tidur dan tidur sendiri di dalam tenda. Dengan begitu lambat laun anak akan memiliki kecerdasan kepemimpinan.

Pernak pernik angka
Pernak pernik angka dapat Anda pasang di kamar tidur anak maupun ditempelkan pada lemari es, ruang bermain anak dan tempat strategis lainnya. Sambil bermain, ajak anak Anda berhitung dengan cara mengucapkan angka-angka yang terdapat dalam pernak pernik angka. Dengan begitu anak akan memiliki kecerdasan numerik yang luar biasa.
Berdasarkan keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa aneka mainan yang mencerdaskan anak usia 2-5 tahun sangat membantu sekali bagi orang tua yang menginginkan anaknya cerdas di kemudian hari. Oleh karena itu sebagai orang tua ajarkan mulai dari sekarang beberapa mainan tersebut.

Televisi Thailand Akan Menayangkan Program PKBM Unggulan di Jakarta


JAKARTA. Tiga Televisi Thailand akan menayangkan program Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) unggulan yang ada di Jakarta. Salah satu dari ketiga televisi tersebut adalah Education TV milik Kementerian Pendidikan Thailand.
“Programnya dibuat berseri, akan ditayangkan mulai awal hingga akhir tahun 2014,” ucap Vanda Phatoomros, Direktur Petch Rama Production, di Jakarta, Kamis (27/9). Petch Rama merupakan sebuah rumah produksi yang ditunjuk pemerintah Thailand untuk menggarap program tersebut.
Vanda beserta tiga orang kru telah mendokumentasikan kegiatan di PKBM Malacca. Di Lembaga pendidikan yang terletak di kawasan Palmerah tersebut, mereka meliput anak-anak jalanan yang menghias gerabah dengan kulit telur. Petch Rama juga diajak melihat proses pembuatan suvenir pernikahan dan hantaran yang dibuat oleh ibu-ibu.
“PKBM kami terletak di daerah padat penduduk. Kami berupaya memberdayakan ibu-ibu di sekitar sini, yang sebagian besar adalah masyarakat miskin,” ucap Feri, tutor PKBM Malacca saat diwawancara. Ia sangat senang kegiatannya mendapat apresiasi dari televisi Thailand.
Selain PKBM Malacca, Televisi Thailand juga akan menayangkan kegiatan di PKBM Miftahul Jannah. Di lembaga yang terletak di kawasan Rawamangun tersebut, mereka menyoroti program kesetaraan Paket A, B, dan C, program keterampilan komputer, serta program pemberdayaan perempuan.
Thailand sangat terkesan dengan program pendidikan nonformal yang diselenggarakan pemerintah Indonesia. Mereka bahkan kagum dengan pengelola PKBM Miftahul Jannah yang memberikan layanan pendidikan, dan makan gratis bagi seluruh warga belajarnya. “PKBM Miftahul Jannah menghabiskan satu karung beras setiap hari untuk para siswanya, dan mengeluarkan hingga Rp 75 juta perbulan untuk operasional pembelajaran. Ini luar biasa,” ucap Vanda. (Yohan Rubiyantoro/HK)